
Chapter 2
Setelah Perceraian, Aku Kena Gonore
11 June 2025
Cerita ini mungkin terdengar tabu bagi sebagian orang, bahkan sensitif. Tapi inilah kenyataannya. Sebuah pengalaman yang membuka mata tentang pentingnya menjaga kesehatan seksual, terutama setelah masa transisi besar dalam hidup.
Setelah perceraian, aku mencoba menjalani hidup baru. Saat itu, aku dekat dengan dua orang pria—bukan dalam waktu yang benar-benar bersamaan, tapi memang sempat ada masa di mana hubungan itu sedikit overlap. Dalam pikiranku, selama semuanya dilakukan atas dasar kesepakatan dan saling menjaga kebersihan, semuanya akan baik-baik saja.
"Aku mikir, toh selama ini juga aman-aman aja. Nggak pernah ada keluhan dari pasangan sebelumnya. Jadi aku rasa nggak bakal terjadi apa-apa.”
Sayangnya, kenyataan tidak sesimpel itu. Beberapa minggu setelahnya, aku mulai merasa ada yang berbeda. Keputihan berubah—lebih kental, agak kuning, dan baunya tidak seperti biasanya. Belum ada rasa sakit hebat, hanya perasaan ganjal saat buang air kecil, seperti tidak tuntas.


“Aku sempat denial. Mikir ini cuma infeksi biasa karena kurang minum atau kelelahan. Tapi makin hari, rasa nggak nyamannya bikin aku sadar—aku harus cek.”
Dengan perasaan malu, aku akhirnya memutuskan datang ke Klinik Kelamin. Kekhawatiran soal penilaian orang langsung hilang begitu bertemu dengan dokter di sana. Suasananya ramah, hangat, dan yang paling penting: tidak menghakimi atau menyalahkan pasien.
“Dokternya bikin aku ngerasa aman. Jadi aku bisa cerita jujur soal aktivitas seksualku selama beberapa bulan terakhir.”
Setelah mendengar ceritaku, dokter menyarankan untuk melakukan tes IMS (Infeksi Menular Seksual). Dan hasilnya? Positif gonore—atau yang lebih dikenal dengan istilah “kencing nanah.”
Jujur, aku panik. Deg-degan. Bingung. Dari mana sebenarnya aku bisa kena infeksi ini? Tapi lagi-lagi, dokter di Althea Vita menjelaskan dengan sangat sabar.
“Gonore bisa menular lewat hubungan seksual tanpa pengaman, bahkan dari pasangan yang terlihat sehat. Dan kalau kamu punya lebih dari satu pasangan tanpa tahu status kesehatannya, risikonya makin besar.”
Rasanya seperti ditampar kenyataan. Bukan hanya karena aku sempat punya dua pasangan, tapi karena aku tidak mengambil langkah preventif yang seharusnya sederhana—memakai pengaman dan melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin.
Untungnya, penanganannya cepat. Dokter langsung memberiku antibiotik yang tepat dan menjelaskan bahwa setelah pengobatan selesai, aku harus memastikan semuanya benar-benar pulih sebelum kembali aktif secara seksual.
“Ini bukan tentang rasa malu atau takut dihakimi. Ini tentang tanggung jawab atas tubuh dan kesehatan diri sendiri.”
Dari pengalaman ini, aku belajar satu hal penting: punya lebih dari satu pasangan bukanlah hal yang harus dipermalukan. Tapi itu datang dengan risiko. Dan untuk menghadapi risiko itu, dibutuhkan kesadaran, edukasi, dan tindakan nyata—bukan asumsi dan penyangkalan.
Pakai pengaman. Komunikasikan status kesehatan seksual dengan pasangan. Dan jangan pernah skip tes IMS.
“Menjaga diri itu bukan karena takut dipandang buruk. Tapi karena lo berharga.”
Cerita ini menjadi pengingat bahwa siapa pun bisa mengalami infeksi menular seksual, tak peduli status, usia, atau latar belakang. Yang membedakan adalah bagaimana kita merespons: dengan keberanian untuk memeriksakan diri, belajar, dan memperbaiki. Di Althea Vita, kamu bisa mendapatkan perawatan tanpa stigma dan edukasi yang kamu butuhkan untuk hidup lebih sehat dan aman.